Minggu, 31 Januari 2010

Kisah nyata : Pengalaman di Kota Bogor

Narasumber . web
Kejadian ini terjadi sekitar sebulan yang lalu. Saya berumur 23 tahun baru lulus dari salah satu universitas ternama di Jakarta. Dan saya berasal dari keluarga baik-baik. Kejadian ini dimulai ketika saya menginap di rumah om saya di daerah Bogor. Om saya telah menikah dan memiliki 2 anak lelaki yang lucu (umur 3 dan 5 tahun), serta memiliki istri yang cukup cantik (menurut saya) umurnya sekitar 27 tahun.
Awal kejadiannya adalah pada hari sabtu malam saya mendengar pertengkaran di rumah tersebut, yang tidak lain adalah om saya dengan tante saya. Ternyata penyakit ‘gatel’ om saya kambuh lagi yaitu sering pergi ke diskotik bersama temannya. Hal tersebut sangat menyakitkan tante saya, karena di sana om saya akan mabuk-mabukan dan terkadang pulangnya bisa pada hari Minggu malam. Entahlah apa yang dilakukan di sana bersama teman-temannya. Dan pada saat itu hanya aku bertiga saja di rumah: saya, Om Pram dan Tante Sis.
“Brak..” suara gelas pecah menghantam pintu, cukup membuat saya kaget, dan om saya dengan marah-marah berjalan keluar kamar. Dari dalam kamar terdengar tante saya berteriak, “Nggak usah pulang sekalian, cepet ceraikan aku.” Dalam hatiku berkata, “Wah ribut lagi.” Om Pram langsung berjalan keluar rumah, menstarter mobil Timornya dan pergi entah ke mana.
Di dalam kamar, aku mendengar Tante Sis menangis. Aku mau masuk ke dalam tapi takut kena damprat olehnya (kesalahan Om Pram dilimpahkan kepadaku). Tapi aku jadi penasaran juga. Takut nanti terjadi apa-apa terhadap Tante Sis. Maksudku akibat kecewa sama Om Pram dia langsung bunuh diri.
Pelan-pelan kubuka pintu kamarnya. Dan kulihat dia menangis menunduk di depan meja rias. Aku berinisiatif masuk pelan-pelan sambil menghindari pecahan gelas yang tadi sempat dilemparkan oleh Tante Sis. Kuhampiri dia dan dengan pelan.
Aku bertanya, “Kenapa Tan? Om kambuh lagi?”
Dia tidak menjawab, hanya diam saja dan sesekali terdengar isak tangisnya. Cukup lama aku berdiri di belakangnya. Pada waktu itu aku hanya memandangnya dari belakang, dan kulihat ternyata Tante Sis mengenakan baju tidur yang cukup menggiurkan. Pada saat itu aku belum berpikiran macam-macam. Aku hanya berkesimpulan mungkin Tante Sis mengajak Om Pram, berdua saja di rumah, karena anak-anak mereka sedang pergi menginap di rumah adik Tante Sis. Dan mungkin juga Tante Sis mengajak Om bercinta (karena baju yang dikenakan cukup menggiurkan, daster tipis, dengan warna pink dan panjang sekitar 15 cm di atas lutut). Tetapi Om Pram tidak mau, dia lebih mementingkan teman-temannya dari pada Tante Sis.
Tiba-tiba Tante Sis berkata, “To, Om kamu kayaknya udah nggak sayang lagi sama Tante. Sekarang dia pergi bersama teman-temannya ke Stardust di Jakarta, ninggalin Tante sendirian di rumah, apa Tante udah nggak cakep lagi.” Ketika Tante Sis berkata demikian dia berbalik menatapku. Aku setengah kaget, ketika mataku tidak sengaja menatap buah dadanya (kira-kira berukuran 34). Di situ terlihat puting susunya yang tercetak dari daster yang dikenakannya. Aku lumayan kaget juga menyaksikan tubuh tanteku itu.
Aku terdiam sebentar dan aku ingat tadi Tante Sis menanyakan sesuatu, aku langsung mendekatinya (dengan harapan dapat melihat payudaranya lebih dekat lagi).
“Tante masih cantik kok, dan Om kan pergi sama temannya. Jadi nggak usah khawatir Tan!”
“Iya tapi temennya itu brengsek semua, mereka pasti mabuk-mabukan lagi dan main perempuan di sana.”
Aku jadi bingung menjawabnya. Secara refleks kupegang tangannya dan berkata, “Tenang aja Tan, Om nggak bakal macem-macem kok.” (tapi pikiranku sudah mulai macam-macam).
“Tapi Tante denger dia punya pacar di Jakarta, malahan Tante kemarin pergoki dia telponan ama cewek, kalo nggak salah namanya Sella.”
“Masak Om tega sih ninggalin Tante demi cewek yang baru kenal, mungkin itu temennya kali Tan, dan lagian Tante masih tetap cantik kok.”
Tanpa Tante Sis sadari tangan kananku sudah di atas paha Tante Sis karena tangan kiriku masih memegang tangannya. Perlahan-lahan pahanya kuusap secara halus, hal ini kulakukan karena aku berkesimpulan bahwa tanteku sudah lama tidak disentuh secara lembut oleh lelaki.
Tiba-tiba tanganku yang memegang pahanya ditepis oleh Tante Sis, dan berdiri dari duduknya, “To, saya tantemu saya harap kamu jangan kurang ajar sama Tante, sekarang Tante harap kamu keluar dari kamar tante sekarang juga!” Dengan nada marah Tante Sis mengusirku.
Cukup kaget juga aku mendengar itu, dan dengan perasaan malu aku berdiri dan meminta maaf, kepada Tante Sis karena kekurangajaranku. Aku berjalan pelan untuk keluar dari kamar tanteku. Sambil berjalan aku berpikir, aku benar-benar terangsang dan tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan ini. Sejak aku putus dengan pacarku, terus terang kebutuhan biologisku kusalurkan lewat tanganku.
Setelah sampai di depan pintu aku menoleh kepada Tante Sis lagi. Dia hanya berdiri menatapku, dengan nafas tersenggal-senggal (mungkin marah bercampur sedih menjadi satu). Aku membalikkan badan lagi dan di pikiranku aku harus mendapatkannya malam ini juga. Dengan masa bodoh aku menutup pintu kamar dari dalam dan menguncinya, lalu langsung berbalik menatap tanteku. Tante Sis cukup kaget melihat apa yang aku perbuat. Otakku sudah dipenuhi oleh nafsu binatang.
“Mau apa kamu To?” tanyanya dengan gugup bercampur kaget.
“Tante mungkin sekarang Om sedang bersenang-senang bersama pacar barunya, lebih baik kita juga bersenang-senang di sini, saya akan memuaskan Tante”. Dengan nafsu kutarik tubuh tanteku ke ranjang, dia meronta-ronta, tetapi karena postur tubuhku lebih besar (tinggiku 182 cm dan beratku 75 kg, sedangkan Tante Sis memiliki tinggi tubuh sekitar 165 cm dan berat kurang lebih 50 kg) aku dapat mendorongnya ke ranjang, lalu menindihnya.
“Lepasin Tante, Dito,” suara keluar dari mulutnya tapi aku sudah tidak peduli dengan rontaannya. Dasternya kusingkap ke atas. Ternyata Tante Sis tidak mengenakan celana dalam sehingga terpampang gundukan bukit kemaluannya yang menggiurkan, dan dengan kasar kutarik dasternya bagian atas hingga payudaranya terpampang di depanku. Dengan bernafsu aku langsung menghisap putingnya, tubuh tanteku masih meronta-ronta, dengan tidak sabar aku langsung merobek dasternya dan dengan nafsu kujilati seluruh tubuhnya terutama payudaranya, cukup harum tubuh tanteku.
Akibat rontaannya aku mengalami kesulitan untuk membuka pakaianku, tapi pelan-pelan aku dapat membuka baju dan celanaku. Sambil membuka baju dan celanaku itu, dengan bergantian tanganku mengusap bukit kemaluannya yang menurutku mulai basah (mungkin Tante Sis sudah mulai terangsang walaupun masih berkurang tetapi frekuensinya agak menurun sedikit).
Dengan tidak sabar aku langsung berusaha membenamkan kejantananku ke liang kewanitaannya. “To, jangan To, aku Tantemu tolong lepasin To, ampun, Tante minta ampun”. Aku sudah tidak peduli lagi rengekannya. Ketika lubang senggamanya kurasa sudah pas dengan dibantu cairan yang keluar dari liang kewanitaannya aku langsung menghujamkan senjataku.
“Auuhh, sakit To, aduh.. Tante minta ampun.. tolong To jangan.. lepasin Tante To..” Ketika mendengar rintihannya, aku jadi kasihan, tetapi senjataku sudah di dalam, “Maaf Tante, saya sudah tidak tahan dan punyaku sudah masuk ke dalam, saya akan berusaha membuat Tante menikmatinya, tolong Tante sekali ini saja, biarkan saya menyelesaikannya,” bisikku ke telinganya. Tante Sis hanya diam saja. Dan tidak berkata apa-apa.
Dengan pelan dan pasti aku mulai memompa kemaluanku naik turun, dan Tante Sis sudah tidak meronta lagi. Dia hanya diam pasrah dan kulihat air matanya berlinang keluar. Kucium keningnya dan bibirnya, sambil membisikkan, “Tante, Tante masih cantik dan tetap mengairahkan kok, saya sayang Tante, bila Om sudah tidak sayang lagi, biar Dito yang menyayangi Tante.” Tante Sis hanya diam saja, dan kurasakan pinggulnya pun ikut bergoyang seirama dengan goyanganku.
Kira-kira 10 menit aku merasakan liang kewanitaan tanteku semakin basah dan kakinya menyilang di atas pinggulku dan menekan kuat-kuat (mungkin dia sudah orgasme), dan tidak lama kemudian akupun mengeluarkan spermaku di dalam liang senggamanya. Setelah pemerkosaan itu kami hanya diam saja. Tidak berkata apa, hanya diam. Aku sendiri harus ngapain. Tanteku kembali menitikkan air matanya. Dan aku pamit kepadanya, untuk keluar kamarnya, aku terus merenung, mengapa bisa begini.
Itulah kisahku. Sejak kejadian itu hubunganku dengan tanteku menjadi renggang. Aku bingung dengan apa yang harus kulakukan. Sudah sebulan aku tidak lagi ke Bogor, karena ada perasaan malu. Tetapi Tante Sis tidak menceritakan kepada siapapun kejadian ini, dan kadang jika malam aku tidur, selalu terbayang kejadian waktu itu. Ingin rasanya aku melakukan kembali tetapi aku takut. Maaf aku tidak menceritakannya secara vulgar, karena ini terjadi begitu saja.

Tamat

Senin, 25 Januari 2010

Sepatu Lukis SB !!!!!!!!!!!!!


Jangan khawatir karna cuaca yang lagi hujan terus , SB sepatu lukis DI JAMIN gak akan Luntur koq !!
Cuma 1 di kaki kamu !!!!
so .. mau tunggu apa lagi .. buruan belii ..
Harga mulai 80 ribuan ..
Pas banget deh bwat kantong Pelajar !!!!

Cerpen : Semoga Cinta ...


Aku berangkat menaiki burung besi nan gagah itu menuju sebuah pulau untuk berlibur. Sebuah perjalanan yang lama kuimpikan. Setelah sekian lama bersibuk ria dengan kemacetan Jakarta serta polusi dan rutinitas pekerjaan yang mengasyikkan bin membosankan di satu sisi. So, here I am. Menghirup kesegaran aroma bebas (sementara) dari semua kelelahan. Ingin mendapat sesuatu yang fresh. Semua sudah aku persiapkan, dari baju renang, lengkap dengan lotion sunblock, agar bebas bermain di pantai sepanjang hari. Tidak lupa sepasang sendal jepit andalan, beberapa pasang baju yang santai dan loose, kaca mata hitam, buku novel yang telah lama ingin kuselesaikan, dan perlengkapan lain yang sudah tersimpan rapi dalam koper hijauku.Penerbangan berlangsung aman terkendali... halah, kayak aku tau aja apa yang terjadi di kabin pilot... hehehe... Intinya, aku menikmati setiap detik liburanku ini. Semua terasa indah. Meski aku sendirian, aku tak merasa sepi. Aku memang memilih pergi berlibur sendiri, agar bebas menentukan ini-itunya. Tak mau direpotkan oleh kompromi apapun. Enuaakkknyaaa... pikirku sambil tersenyum kecil.Aku pun menginjakkan kakiku di sebuah hotel yang tak begitu mewah namun terasa homy. Di belakang hotel itu terlihat pemandangan favoritku. Sebuah kolam renang, dengan pantai di belakangnya. Hamparan langit nan cerah telah menyambutku. Aku pun cepat-cepat menaruh semua barangku di kamar yang telah aku pesan sebelumnya. Aku langsung turun membawa semua perlengkapan untuk berada di luaran. Aku menikmati angin pantai yang seakan memelukku. Aku berjalan mengitari kolam renang yang tampak menyegarkan itu... Namun, tujuanku adalah pantai. Pantai membawa sejuta arti pribadi bagiku. Entah kenapa, sejak kecil aku senang berada di pantai.Kurasakan perlahan pasir memijat kakiku lembut. Deburan ombak kecil mulai menghiasi pendengaranku. Terdengar sayup bunyi burung khas pantai. Aroma air asin pun tercium. Ah, aku merasa aku dibersihkan dari semua beban. Aku merasa ringan. Aku duduk di atas pasir. Sambil merenggangkan kaki ku, aku mengangkat tanganku tinggi, dan menarik napas sedalam yang kubisa. Kubiarkan udara segar memasuki paru-paruku yang setelah sekian lama terkontaminasi polusi kota besar. Kubiarkan udara segar mengusir semua racun dari pikiran dan jiwaku. Aku bangkit dan maju sedikit untuk merasakan sedikit demi sedikit sensasi air laut yang menghangat di kakiku. Hem, aku pun semakin merasa ringan. Tanpa beban. Seakan siap terbawa ombak kemanapun saja.Aku memilih duduk di pasir dan membiarkan setengah kakiku berada di dalam air pantai. Hem, nyaman sekali... Entah apa yang aku lakukan persisnya, namun aku ternyata menghabiskan waktu satu jam lamanya di pantai. Aku tersadar ketika perutku mulai keroncongan minta diisi. Maka aku bangkit menuju sebuah meja berpayung besar di sisi kolam renang. Seorang pelayan datang menghampiri dan menyodorkan selembar menu. Aku memilih udang mayonaise dan sebuah menu lokal. Minumannya juice mix. Sambil menunggu pesananku datang, aku menuju sebuah pancuran untuk membilas pasir-pasir yang membalut tubuhku. Sambil mengamati air turun... aku teringat sesuatu. Aku lupa mengabari Mamaku. Mamaku minta dikabari bila aku sudah sampai di sini. Setelah bersih dari pasir, aku mengambil handuk besar yang disediakan hotel itu dan mengeringkan diri seadanya. Langsung kuraih telpon selulerku yang sedari tadi tetap kubiarkan dalam status diam. Telpon bersambung dan terdengar suara Mamaku di ujung kabel. Kami berbicara sebentar dan aku memutuskan pembicaraan ketika makananku tiba. Aku pun segera mengisi perutku yang sudah tak sabar menyantap semua makanan nan nikmat itu. Hem, enaknya...Setelah makan, aku memutuskan untuk beristirahat sejenak di kamar. Aku pun naik ke kamar dan segera masuk ke kamar mandi untuk membersihkan badan. Setelah bersih, aku merasa amat mengantuk. Tempat tidur adalah jawabannya untuk sekarang ini. Aku pun merebahkan tubuhku, yang ternyata cukup lelah, ke tempat tidur yang amat nyaman. Aku terlelap sampai matahari sore mulai ingin terbenam. Deringan telepon membangunkanku dari mimpi indahku.Terdengar sebuah suara dari speaker telponku, "Halo, Ning..."Aku terkesiap... tak mengharap suara itu terdengar... apalagi di tengah suasana liburanku ini..Aku berusaha kembali ke alam nyata, "Ya.. aku di sini..." jawabku kaku."Ning, kamu dimana? Aku perlu bicara denganmu...""Untuk apa kamu perlu bicara denganku?" kataku mulai ketus."Banyak, Ning. Aku bisa ketemu kamu... sekarang?" katanya agak mendesak."Tidak bisa, Di. Tidak bisa." kataku tanpa penjelasan lebih lanjut.Hening"Ning, kenapa tidak bisa?" katanya menyesal."Pokoknya tidak bisa. Aku harus pergi. Bye." kataku singkat. Aku memutuskan sambungan telpon yang tak mengenakkan itu.Aku meletakkan telponku di atas meja rias. Dan menatap wajahku di pantulan cermin. Aku pun perlahan duduk. Bertanya akan apa yang terjadi esok lusa, ketika aku kembali ke Jakarta. Bertanya apa yang sebenarnya aku inginkan. Bertanya, dan bertanya... Aku meletakkan kepalaku ke meja dengan bantalan tangan yang terlipat. Suara yang minggu kemarin membawaku ke sini, kembali bergaung di kepalaku."Ning, aku ingin menikahimu... Maukah kamu menjadi istriku?" demikian gaungnya. Tanpa bisa kujawab sampai sekarang.Meski kujawab dengan diam, dia tetap mengejarku. Tanpa memperdulikan lukanya, dia terus memburuku. Penasaran akan jawabanku. Aku malah menjawabnya dengan jarak. Jauh. Dan berangkatlah aku ke pulau ini. Memang benar, ada alasan untuk menyegarkan diri dari kepenatan rutinitas. Namun pernyataannya itu yang benar-benar memicuku untuk memesan pesawat dan hotel ini.Malam terasa sangat hening. Pikiranku tak tahu harus diisi dengan apa. Hanya gaung suaranya yang masih terus terdengar. Aku memilih makan malam di sebuah restoran seafood di sebelah hotel. Aku memilih tempat duduk yang berada di luar dan memiliki pemandangan ke arah pantai. Pemandangan favoritku. Dan ternyata bulan bulat nan cantik sedang ingin menemaniku dari singgasananya di angkasa. Hem, pemandangan yang sempurna. Pesananku untuk makan malam datang. Untung saja semua kejadian tadi tidak menghilangkan selera makanku. Bukan Nining namanya, kalau melewatkan hidangan lezat semacam ini ;).Aku makan dengan lambat, menikmati suapan demi suapan yang masuk ke mulutku. Ditemani deburan ombak, rasanya makanan semakin nikmat. Pikiranku sibuk memperhatikan makananku, berusaha menyibukkan diri tepatnya. Agar suaranya yang mengganguku itu dapat hilang ditelan malam.Makanan pun habis. Aku bersandar dan menyeruput minumanku dalam-dalam. Menarik nafas... mencoba menghirup kesegaran. Kupandang langit, tampak bersih dan berpusat pada si bulan... Tak sadar, hatiku bertanya pada bulan. Sebenarnya mengapa aku tidak mampu menjawab ajakannya untuk menikah? Apa yang aku tunggu? Apa yang aku inginkan? Mengapa aku tidak mampu memutuskan?Aku bukanlah orang yang sulit dalam memutuskan sesuatu. Aku selalu ingin semuanya bisa aku putuskan sendiri. Aku selalu tahu apa keinginanku. Sampai saat itu. Ketika ia melontarkan sebuah pertanyaan. Pertanyaan yang telah sekian lama aku pikirkan. Namun ternyata ia yang menyuarakannya.Hubunganku dengannya telah cukup lama terjalin. Kurang lebih 4 tahun lamanya. Cukup lama, bukan? Tapi selama itu kami berdua cukup sibuk dengan karir kami masing-masing. Aku di bidang training sedangkan dia di bidang advertising. Kami sangat menikmati waktu-waktu yang kami habiskan bersama setiap akhir minggu. Bahkan sering kali dihiasi kejutan pertemuan di tengah minggu. Tak ada konflik utama di antara kami. Namun, kami berdua tidak pernah memunculkan topik untuk melanjutkan hubungan kami ke tahap berikutnya, yaitu menikah. Memang secara pribadi, aku pernah memikirkan tentang pernikahan. Pada saat itu ide tentang pernikahan nampak seperti alien bagi duniaku. Sesuatu yang ada di awang-awang, tanpa tau kapan atau apakah benar keberadaannya di dalam duniaku.Sedangkan dia... aku tak tahu menahu pendapatnya tentang hal ini. Sampai tiba-tiba ia melontarkan pertanyaan alien tadi... apakah aku mau menikah dengannya...Ya ampun... apa yang ia pikirkan... Kami tidak pernah sekalipun membahasnya. Apa yang kami bicarakan seputar kehidupan karir kami, teman-teman kami, hobi musik kami yang sama, dan banyak topik menarik lainnya. Tapi, tentang pernikahan? Tak pernah sedikitpun kami menyentuhnya... seakan pernikahan adalah menu yang belum pernah kami kenal dalam restoran cinta kami.Bulan membisu seperti biasa, mengambil peran sebagai pendengar yang baik. Ah, apa yang harus kukatakan padanya... Hatiku, tiba-tiba bersuara..."Ning, apa kamu tidak mencintainya lagi?"Aku terkejut, mengapa pertanyaan itu muncul?"Tentu aku mencintainya. Aku mencintainya..." kataku menjawab buru2... tentu tanpa suara... agar tidak disangkan orang gila yang suka bicara sendiri."Lalu mengapa kamu tidak mengiyakan ajakannya? Apa yang kamu harapkan dari hubungan dengannya?" tiba-tiba suara hatiku terdengar lagi. Belum puas rupanya."Duh.... aku harus jawab apa... aku ga tau kenapa aku ga menyambut ajakannya... Aku berharap ... dia ada di sisiku terus.... selamanya... Aku ga mau kehilangan dia..." jawabku tambah lirih sambil menutup mata. Seakan kalimat terakhirku menghabiskan sebagain besar energiku. Tiba-tiba aku merasa lelah...Aku memang tak ingin kehilangannya. Aku tak pernah merasa nyaman dengan laki-laki lain seperti bersamanya. Namun, nyatanya... aku terlalu takut melangkah ke tahap pernikahan. Meski hatiku berontak lagi, karena aku juga ingin terus bersamanya. Sedang ia tampak tidak ingin selamanya dengan status berpacaran...Wajar, sungguh wajar... tapi, sulit bagiku untuk mengikuti kewajaran itu. Aku masih ingin seperti sekarang bersamanya. Menikmati waktu berdua, menikmati moment kebersamaan nan indah. Tanpa ada komitmen lebih dari itu. Tanpa ada beban lebih. Tanpa harus... menghadapi kenyataan buruk yang mungkin terjadi...Setelah membayar, aku memutuskan untuk pulang ke kamar hotel. Rasanya mandi air hangat dengan sabun aroma therapy yang khusus kubawa dari rumah, akan membersihkan pikiranku lagi...Badanpun segar kembali... Setelah sibuk bertanya ini itu dalam pikiranku... aku pun merebahkan diri di atas tempat tidur. Namun berbagai tanya tetap bergema. Kubiarkan jendela kamar terbuka, tanpa ada tirai yang menghalangi aku dan bulan. Bulan masih setia menemani percakapan bisuku dengan hatiku sendiri.Rasa kantuk melanda... tak kuasa ku tahan...Aku tertidur...Namun tak nyenyak..Sejumlah memori buruk menghampiriku. Memori masa lalu yang tak kunjung sembuh. Tak kunjung hilang meski dipendam ke dunia antah berantah. Ternyata muncul lagi...Pukulan yang menimpa tubuh Mama, datang bertubi-tubi dari sosok yang kubenci. Tatapan matanya menyorot tajam padaku. Tatapan yang tak pernah aku bisa maafkan. Teriakan kemarahan tak henti ia katakan. Mama hanya bisa diam. Meminta ampun, akan perbuatan yang sebenarnya tak ada celanya. Aku seperti biasa, berdiri kaku, memeluk boneka kainku. Memandang sosok itu tanpa berkedip. Tangan lain aku kepalkan. Seakan siap memukul sosok itu ketika ia lengah.Sosok yang kubenci berbalik ke arahku. Menghampiriku, berkata dengan nafasnya yang berbau alkohol bercampur rokok, "Kalau sudah besar nanti, janganlah seperti Mamamu. Menurutlah kepada suamimu. Dan ingat! Jangan katakan kepada siapapun tentang kejadian hari ini. Karena perbuatan ini sudah sewajarnya didapatkan Mamamu." Aku tetap menatap ke depan. Tak bergeser seinci pun. Aku tak takut kepadanya. Aku tak sepenuhnya sadar akan apa yang ia ucapkan. Aku hanya ingin ia cepat pergi dari sini. Supaya aku bisa merangkul Mama. Aku hanya ingin ia lenyap dari bumi.Aku berlari secepatnya merangkul Mama yang tersungkur di lantai. Kami berpelukan... Air mata penyesalan mulai mengalir di pipi Mama, "Nak, maafkan Mama... Maafkan Mama..." Aku hanya bisa memeluknya... tanpa sadar air mata juga ikut mengalir dari mataku...Tiba-tiba aku terduduk... dengan nafas tak teratur dan mata terasa basah... Rupanya, aku bermimpi. Mimpi buruk tentang masa lalu, yang kuusahakan kupendam dan kulupakan. Namun ternyata terus menghantui.Bulan masih setia di atas sana... Aku menyeka mataku dan beranjak ke meja pantry mini yang berada di sudut kamar. Aku menuangkan sejumlah air putih ke dalam gelas. Kureguk semua air itu. Seakan membasuh semua air mataku dan air mata Mama... supaya membilas bersih semua memori buruk itu...Langit tampak memerah... tanda pagi mulai datang... Aku memutuskan untuk sarapan pagi di kamarku. Jam 7 pagi bel kamarku berbyunyi. Tanpa mengintip lewat lubang pintu, aku membukakan pintu."Ya... " kataku mengambang di udara... karena ternyata yang datang bukanlah waiter yang membawakan sarapan pagiku.Dia berdiri disana, dengan senyuman khasnya. Kaos dan jins belelnya tampak segar dikenakannya."Selamat pagi, Ning." katanya lembut."Di... kamu..." aku tak sempat menyelesaikan perkataanku lagi.Ia langsung memelukku. Hangat, seperti yang selalu kurindukan."Jadilah istriku, Ning. Aku mohon." katanya, mengulangi permintaannya dulu.Aku hanya mampu memeluknya... dan tak sadar aku berkata lirih hampir menangis, "Aku takut, Di... Aku takut...""Tak ada yang perlu ditakutkan... Berilah maaf pada masa lalu, Ning. Aku bukan Papamu. Aku tidak akan memperlakukanmu seperti itu... Aku mengerti ketakutanmu, Ning." katanya pasti.Kami melepaskan rangkulan kami. Aku berbalik dan menjatuhkan badanku di kursi depan kaca rias. Dia masuk. Pantulan kami berdua tampak di cermin. Tak kelihatan apa yang membuatku takut melangkah dengannya... Perkataannya, senyumnya, sikapnya selama ini... Ah... tak tau lah...Aku tetap tak ingin terburu-buru mengiyakan... meski terus terang semua kejadian tadi membuat hatiku sedikit berubah... mulai mengintip asa dan ingin menikmati masa depan berkeluarga dengannya. Namun, alih-alih membahas hal itu, aku menatapnya dan berkata,"Yuk kita jalan-jalan. Refreshing... Biarkan cinta kita yang menjawabnya seiring waktu... ""Oke... Tapi, kamu harus ingat... aku tetap menunggu jawabanmu..." katanya serius.Aku hanya mengangguk kecil, menggamit tangannya, untuk menuju ke arah pintu kamar. Keluar, menghirup udara segar pagi hari di pulau eksotik ini...

Cerpen : Ivana dan Angka 8


Sampai usiaku menginjak 21 tahun aku baru memutuskan diri untuk menjalin cinta dengan seseorang. Bisa dibayangkan perjalanan cintaku seperti apa. Teman-temanku mungkin sejak SMP sudah mengenal arti cinta, tapi bagiku belum saatnya ketika itu. Cowok itu adalah pacar pertamaku. Pertemuanku dengannya diawali ketika aku mengunjungi warnet kepunyaannya. Aku mulai jatuh hati padanya, dan dia juga merasakan hal yang sama seperti yang kurasakan.Sungguh sesuatu yang indah bagiku ketika ada seseorang yang merespon perasaanku. Awal bulan Desember saksi cinta kami berdua, tepatnya 8 desember. Perasaan bahagia menghampiriku hampir setiap harinya ketika menjalin cinta dengannya. "Sayang, kapan kamu selesai kuliah?" Tanya Juan pada padaku "Bulan Oktober tahun depan aku sudah selesai,emangnya kenapa sayang?"tanyaku kembali pada pacarku Juan "Aku maunya kamu cepat selesai supaya aku sudah bisa melamarmu." Juan menatapku, lalu tersenyum padaku "Aku sich maunya cepat selesai,siap sich yang mau di kampus terus.." sahutku sedikit sewot.. "Kalo dah selesai kuliah langsung Married aja ya?"Kata Juan kembali sambil memelukku dari sampingnya "Juan, aku maunya cari kerja dulu." "Pokoknya aku ga mau, kamu cukup di rumah aja ngurusin aku sama anak-anak nanti, untuk nyari duit aku yang nyari." "Juan, buat apa sich aku sekolah sampai perguruan tinggi kalo ga terapin ilmunya. Aku ga mau diam di rumah aja.' "Sayang aku ga mau nyusahin istriku kelak, , tugas lelaki yang nyari duit buat keluarganya, jadi siap-siap aja ya, tahun depan bulan oktober aku akan datang melamarmu.." Bingung mau berkata apa lagi, aku hanya membalas kalimatnya dengan senyuman manisku Aku berpikir kembali, gila bener aku ini pacaran aja baru sekali ini, tapi sudah memutuskan untuk nikah,,apa aku ga terlalu cepat ngomong begitu? pacarannya aja belum terlalu lama, masih banyak yang harus kupelajari dari Juan, sampai saat ini pun yang ku tahu dari dia hanya dikit. memang sich dia itu sudah cukup mapan untuk merubah statusnya dari single menjadi married, kuliah sudah selesai, berwirausaha lagi. Mungkin kalo soal materi dia memang punya semuanya, tapi apakah dia memang sudah siap luar dalamnya? moga-moga saja begitu. 3 bulan hubunganku dengannya berjalan, hari-hari yang kujalani dengannya tidak lagi mulus seperti yang kami lalui sejak baru pertama kalinya kami berkenalan sampai menjalin hubungan. Aku merasa ada yang lain dengannya dan ini terjadi ketika aku mulai magang kerja. Aku harus melakukan ini karena ini merupakan SKS yang harus ditempuh selama kuliah. Komunikasiku dengannya sudah mulai putus, aku mulai berpikir lain tentang pacarku, kalo aku ga sms atau telpon duluan, dia ga bakalan menelponku atau sms aku, aku pernah mencoba, sehari, dua hari, 3 hari, seminggu aku tidak mengabarinya, dia pun tidak mengabariku, atau menanyakan keberadaanku. aku semakin mencurigainya. Suatu ketika aku menelponnya, jawabannya kasar sama aku. "Juan, kok kamu ga menelponku selama ini, kamu tahu kan aku lagi sibuk magang, tiap hari aku pulang sore, persiapan lagi untuk besoknya, kesehariannya aku seperti itu, aku memang belum ada waktu untuk bertemu denganmu, tapi setidaknya kamu kasih kabar ke aku, jangan diamin aku kayak gitu, kamu ga cemasin aku ya???Oh ya, ternyata kalo kamu perlu sama aku baru kamu telpon ya????dan kalo kamu ga butuh aku kamu ga nelpon aku, ternyat a kamu orang seperti itu ya,,,aku baru menyadarinya." "Siapa yang kayak gitu,, kamu yang ga pernah ada waktu untuk ketemu sama aku, bisa khan ngasih waktu ke aku walaupun cuman sebentar aja, 1/2 jam saja yang penting kita sudah ketemu, bisa khan???kamu mikirin aku ga??aku sendirian, mau ngajak ketemu sama kamu selalu saja kamu ga bisa,,mikir donk?? "Iya Juan aku tahu, tapi kamu ngertiin aku donk, aku sekarang lagi magang, tugasku banyak, aku cape dari pagi sampai sore kerja terus, pulang rumah sudah persiapn untuk besok,, kita khan bisa ketemuan hari sabtu ataupun minggu selain hari kerjaku, bisa khan???" "Aku ga bisa kalo cuman seminggu sekali saja kita ketemu, aku pengennya 3-4 kali ketemuan dalam seminggu,kalau perlu tiap hari ketemu,, aku ga tahan.." "AKu juga ga bisa dengan kemauanmu tersebut, terserah saja sama kamu, kalo kamu memang ga bisa ngertiin aku, aku ga akan memaksa lagi, aku menyerah.." Aku mematikan telpon. Aku bingung banget dengan keadaan hubungan kami, kayaknya emang udah ga baik, harus dibicarakan lagi. Tapi aku pengen banget dia ngerti aku, pekerjaanku dengannya berbeda, jadi mau tidak mau harus saling ngerti satu sama lain... Sudah 2 minggu berjalan kami tidak berkomunikasi lagi, teman-temanku yang sudah mengetahui tentang hubungan kami, kasih nasihat ke aku. "Ivana, kalo hubungan kalian memang sudah ga bisa dipertahankan lagi mendingan diakhiri aja, kamu juga tahu khan, hubungannya dia sama kita-kita temanmu, dia kayaknya posesif banget, maunya- kamu hanya sama dia aja, ga sama orang lain, dia juga ga nganggap kami sebagai orang terdekatmu yang lebih mengenalmu sebelum dia mengenalmu.. tapi semuanya terserah padamu, kami hanya kasih nasihat aja ke kamu, semuanya bergantung padamu, karena yang menjalani hubungan itu bukan kami tapi kamu dan pacarmu", apapun yang kamu lakukan pasti akan kami dukung.."sahut temanku Hanny, salah satu teman terbaikku. "Iya aku tahu dan kurasa aku memang harus mengakhiri hubunganku ini , aku juga ga tahan dengn sikapnya . aku tahu apa yang harus kulakukan. makasih banget ya kalian sudah kasih pendapat ke aku.." Kurang lebih 2 hari sejak pertemuanku dengan teman-teman, aku akhirnya mengambil langkah seribu, aku memutuskan untuk mengakhiri hubunganku dengannya. ga bisa ketemuan langsung, aku akhirnya sms dia, memang ga baik kalo cuman lewat sms, tapi aku memang belum ada waktu untuk ketemuan dengannya. Delivery report, akhirnya sms-ku terkirim juga . Belum berapa lama, datang sms darinya, "Aku ga mau putus denganmu.." sesingkat itu jawabannya ke aku, segudang cara kulakukan, tapi jawabannya tetap demikian, aku akhirnya berpikir kembali untuk mencoba membicarkan kelanjutan hubungan kami. Akhirnya beberapa hari kemudian, aku mendapat telpon darinya. Dia berkata sedikit merayu padaku. "Sayang, lusa ketemuan ya? aku kangen banget sama kamu, bisa khan??aku sayang sama kamu.."Ga tahu gi dirasukin apa, aku akhirnya mengiyakan juga perkataannya. Akhirnya aku jadi ketemuan dengannya, setelah sekian hari, sekian minggu, sekian bulan kami ga ketemu, bertepatan tgl 2 Mei, tepatnya di Negara-ku diperingati sebagai Hari Pendidikan Nasional, dan di Kota tempatku tinggal selallu diperingati dengan meriah, biasanya setelah selesai upacara bendera, dilanjutkan dengan pawai oleh para siswa, dan banyak menampilkan marching band dari sekolah-sekolah yang ada di Kota tempatku tinggal, dari SD-PT..Selesai menonton aku berangkat menuju ke warnetnya Juan bersama dengan temanku Iren. "Ren, Juan ga kelihatan ya??"tanyaku pada Iren "Iya, aku juga ga melihatnya"sahutnya kembali Beberapa menit kemudian, hp-ku berbunyi "Sayang, sudah sampai?"terdengar suara Juan dari seberang "Sudah, aku sudah di dalam"sahutku "Ok,,aku keluar ya, ..." Tak lama kemudian Juan datang menghampiriku, tapi keadaannya memprihatinkan sekali. Aku serasa ga kenal lagi dengannya. "Juan, kok kamu seperti itu??"tanyaku padanya yang kini berbalut plester obat dihidung, sebagian wajahnya dan tangannya. Hatiku yang keras kini luluh melihatnya "Kenapa Juan, apa yang terjadi denganmu?" "Sayang, bisa temani aku ke RS khan???"kata Juan kepadaku..Secepatnya aku menjawab, "Ayo, sekarang saja, kelihatannya wajahmu sudah parah amat.."Aku dan dia langsung menuju ke RS terdekat, sesampai di UGD, aku langsung menuju ke loket untuk administrasinya..setelah kuketahui, ternyata lukanya begitu dalam dan harus di jahit, dagunya robek dalam sekali, huf,,aku tak sanggup melihatnya, aku pun bertanya padanya. "Kenapa sampai begini Juan???" "Sayang tadi malam aku kecelakaan motor,, ' "Kamu sich ga hati-hati,,,emangnya kamu balapan dimana???balapan liar lagi???kamu ga sayang ya sama diri kamu,,???" "Sayang aku ga balapan, aku hanya terpeleset saat markir motor,," "Selalu saja begitu, terus kenapa ga dari malam aja diobati,,,???ini sudah infeksi Juan, kamu mau ya dagumu robek terus ga bisa kembali seperti semula, ga mau khan???dengar ga kata dokter tadi, nanti diusahain, karena lukamu sudah parah.." "Sayang aku takut berobat sendiri, jadi aku nungguin kamu.." "Kalo aku ga datang kamu mau berobat apa ga???" "Aku tetap akan menunggumu..."Aku terkejut dengan kata-katanya "Kamu ini, sudah tahu luka parah masih didiemin, " "Iya maaf ya sayang...Mana dokternya sayang,," "Dalam perjalanan kemari,," "Sayang temani aku ya, jangan tinggalin aku sendiri ya...aku takut.." "Juan memegang tanganku begitu erat dan tak mau melepaskan tanganku. Perasaanku padanya kian bertumbuh kembali,,aku menemaninya sampai proses hactingnya selesai... Sayang makasih banyak ya sudah menemaniku.. ***Aku ga tahu aharus ngomong apa sama teman-temanku, satu-satunya teman yang tahu akan hal ini adalah Iren seorang. Aku jadi kasihan sama Juan, dan aku bertekad untuk mengurungkan niatku untuk mengakhiri hubungan dengannya.Suatu ketika aku ngobrol dengan saudara sepupuku, aku sudah bertekad untuk ngomong ke dia, kalo sebenarnya aku sudah pacaran dan aku akan memperkenalkan dia dengannya. Saat ku bertanya“Ria, kamu sering mengunjungi warnet Queen?"“Ow,, yang punya itu pacarnya temanku..”“Pacar?”tanyaku heran ga percaya“Iya,,,pacarnya temanku Ivana.”Sungguh tak ku percaya lagi dengan kata-katanya yang barusan,, Oh God, aku tak menyangka ini bisa terjadi yang benar, siapa orang yang bernama Ivana itu? Siapa dia? Aku harus membuktikan kebenarannya, Tolong tunjukkan padaku apa yang sebenarnya terjadi Tuhan,.Ria sepupuku anak SMK kelas 1.'Ria, Ivana teman baikmu?sejak kapan dia pacaran dengan Juan?”“Iya Van, dia teman baikku, aku selalu bersama dengannya, memang kamu kenal sama pacarnya Ivana???” hatiku terasa teriris-iris mendengar kata-kata Ria yang barusan.“Ehm, dia temanku” dengan berat hati aku berkata demikian“Mereka sudah lama pacaran sebelum ulang tahun Juan, waktu HUT-nya Juan mereka jalan-jalan..”Oh God kata-katanya makin menyiksa aku,,kenapa ini terjadi. Aku ga bisa membayangkan saat Ulang tahunnya Juan aku pengen ketemu dengannya untuk memberikan selamat, tapi apa yang terjadi, dia malah membiarkan aku mematung selama 4 jam di tempat janjian kami. Akhirnya mulai terkuak juga kejahatannya yang di lakukan dibelakangku. Kenapa aku baru mengetahuinya,,sungguh aku kecewa, ingin kumarah melampiaskan tapi ku hanya sendiri disini.. Kecewa berat aku mendengarnya, sampai-sampai aku berbohong sama saudaraku bahwa aku hanyalah teman Juan.Nasib-nasib,aku mungkin pantas untuk mendapatkan ini semua.Pikiranku melayang saat mengetahui akan hal itu, dan pada akhirnya aku mencari tahu semuanya pada teman dekatnya Juan, aku menanyakan semuanya, pertama kalinya dia tak mau untuk bicara yang sebenarnya, tetapi untuk yang keduakalinya dia berkata jujur padaku.“Van, mohon maaf yang sebesar-besarnya, memang ini tak baik untukmu, aku tahu kamu memang cewek baik dan aku tahu kalau Juan adalah pacar pertamamu, aku ga mau kamu sakit hati, tapi mungkin ini memang sudah saatnya untuk berkata jujur padamu bahwa sebenarnya Ivana anak SMK itu juga adalah pacarnya.tapi bukan kalian berdua saja, tapi masih ada cewk yang lain lagi. “Sakit hatiku mendengar kata-kata dari Vly seorang yang kukenal dan juga menjadi orang terdekat Juan, Oh God, kenapa disaat terakhir baru aku menyadarinya, kenapa Tuhan? Aku menjadi orang yang selalu menyalahkan Tuhan dengan keadaan yang aku alami ini..Dan akhirnya semuanya sudah terbukti aku dipermainkan, aku hanya seorang boneka yang ingin dipeluknya ketika berada didekatnya,dan ketika sudah memiliki boneka yang lain, dibiarkannya sendirian. Sungguh kejam Juan mempermainkan perasaanku.“Van aku tahu aku salah memberitahukan kamu yang sebenarnya saat ini. Mungkin dulu aku masih ingin mengikuti jejajknya, tapi sekarang berbeda, aku tahu bahwa aku salah mengikuti jalannya. Kamu masih ingat ga., saat Valentine dia tidak datang menemuimu dan mengucapkan selamat bagimu, dan berbohong padamu bahwa dia saat itu masuk penjara karena terlibat perkelahian dengan orang sekitar, itu salah besar Van, saat itu dia ke penjara untuk nmenemui seorang cewek, yang mungkin simpanannya, dia membawakan makanan dan bantal untuk wanita itu.. tapi ini semua bukan maksudku untuk memisahkan kalian berdua, tapi sedikit memberikan informasi padamu sebatas yang aku tahu, kelanjutan hubungan kalian bukanlah ditanganku, tapi ditangan kalian,. Tapi aku rasa kamu pasti sudah bisa mengambil kesimpulan untuk itu..”“Terima kasih Vly untuk semuanya, aku mengerti dan aku tahu apa yang harus aku lakukan, aku memang sudah terlalu bodoh untuk mempercayainya, tapi yang sangat kusayangkan, kenapa harus memilih orang yang bernama Ivana,,kenapa harus mempermainkan semua wanita yang bernama Ivana? Apa salah Ivana aku ???kenapa ini harus terjadi padaku. Aku tak bisa lagi untuk berkata-kata, Tuhan pasti menunjukkan jalan yang terbaik buatku,,dan aku pasti tahu apa yang harus kulakukan sekarang.Terima kasih Vly,,,makasih banyak”Sakit,sakit, hatiku terasa sakit sekali mendengar pengakuan dari orang lain, apa kurangnya aku?apakah aku selallu meminta lebih padamu?aku berpikir bahwa aku mungkin orang yang memang tak pantas untuk dicintai .Tepat tgl 8 Mei, tepat tanggalnya kami jadian, jika masih berlanjut, hubungan kami menginjak bulan ke 5,aku memutuskannya, walaupun tak etis karena aku melakukannya hanya lewat telpon,,saat mendengar suaranya kala itu, saat itulah kumulai membencinya dan saat itulah peraasaanku mulai berkata, inilah saat yang tepat untuk mengakhiri hubungan dengannya. Sedikit perkelahian yang terjadi antara aku dan dia kalah itu,, , tapi itu memang saat yang tepat untuk kami. PUTUS, itulah akhir hubungan yang menyedihkan,..jika informasi itu salah , aku yakin dia pasti akan mengklarifikasinya, itu pun kalau dia memang benar-benar mencintaiku, tapi semua yang kuharapkan sia-sia belaka, aku tidak tahu apakah semua lelaki didunia ini sama seperti itu??ataukah masih ada yang setia??Dari pengalaman yang kualami, aku bisa mengambil maknanya, inilah yang terakhir kalinya aku disakiti, dan berharap selanjutnya tak akan seperti ini lagi...